PARIGI MOUTONG, CitaParigata.id – Diduga dana Program Indonesia Pintar (PIP) siswa SMA Negeri 1 Palasa dipotong untuk biaya transportasi mengurus tahapan aktivasi hingga pencairan dana PIP juga untuk sumbangan pembangunan mushola serta kantin.
Salah satu siswa SMA Negeri 1 Palasa yang enggan disebut namanya mengaku telah melengkapi persyaratan berupa Kartu Keluarga (KK) dan KTP orang tua untuk mengaktivasi PIP.
“Kami dimintai KK dengan KTP orang tua untuk syarat PIP,” ujarnya.
Namun, menurut pengakuan siswa itu, bahwa setelah dirinya menandatangani buku tabungan PIP pada 2024 hingga sekarang belum menerima PIP.
“Kami sudah menandatangani buku tabungan tapi belum menerima PIP,” ucapnya.
Padahal, setelah pemantauan di link resmi http://pip.kemdikbud.go.id, siswa tersebut terdaftar sebagai penerima PIP, bahkan telah teraktivasi penerima PIP sejak 19 Juli 2024. Sedangkan dana PIP sudah masuk pada 6 September 2024.
Kemudian, siswa yang lain mengaku hanya menerima uang tunai Rp 1.200.000 ribu. Padahal, uang PIP yang seharusnya diterima sebesar Rp 1.800.000.
“Saya tinggal menerima uang PIP 1.200.000 lagi,” akunnya.
Sehingga terdapat pemotongan sejumlah Rp 600.000 ribu terhadap siswa tersebut.
Berdasarkan konfirmasi terhadap Kepala Sekolah (Kepsek) SMA Negeri 1 Palasa, Dewa Made Oka mengatakan proses pencairan dilakukan oleh pihak sekolah. Di mana dalam mengurus tahapan aktivasi sampai pencairan dana PIP dilakukan oleh dirinya.
“Nah kalau kita 4 kali ke sana berapa transportasi yang kita butuhkan sementara uang transportasi tidak bisa dari dana BOS dan dari dana yang lainnya,” tutur Dewa Mades Oka saat di temui diruang kerjanya, senin (10/03/2025).
“Saya dengan perjalanan dan menginap membutuhkan waktu selama 2 hari belum makannya penginapannya,” lanjutannya.
Dewa Made Oka mengaku biaya transportasi itu sesuai kesepakatan siswa dan orang tua siswa penerima PIP. Tanpa bantuan iti, maka ia mempersilahkan siswa dan orang tuanya melakukan pengurusan tahapan aktivasi hingga pencairan dana PIP.
“Dari kesepakatan mereka yang menerima PIP transportasinya anak-anak atau orang tua bantu jadi kalau kami tidak dibantu dengan urusan itu silahkan di urus sendiri,” jelasnya.
Bahkan, sekali jalan menuju Parigi, Dewa Mades Oka mengaku membutuhkan biaya hingga Rp 1.000.000 juta.
“Tidak mungkin saya pakai uang sendiri yang begitu. Kalau saya satu kali transportasi karena saya pakai sendiri itu saya minta Rp 1.000.000 juta, karena di situ kita makan, kita menginap, satu hari itulah akomodasinya,” ujarnya.
Sebab, menurut Dewa Made Oka, bank BNI hanya terdapat di Parigi. Oleh karena itu, ia mengurus PIP membutuhkan biaya transportasi dan akomodasi.
“Pencairan di Parigi, di BNI, di Tinombo tidak ada,” ucapnya.
Dewa Made Oka menyebutkan permintaan uang transportasi itu bervariasi, nilainya Rp 50.000 – Rp 200.000 ribu untuk satu orang siswa penerima PIP.
Bagi siswa yang menerima sekaligus 2 periode dana PIP sebanyak Rp 1.800.000 ribu, maka akan dibebankan biaya transportasi Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Sedangkan siswa penerima PIP periode ke 1 sejumlah Rp 900.000 ribu dibebankan biaya transportasi Rp 50.000 ribu.
Mirisnya, selain dibebankan untuk biaya transportasi dan akomodasi. Dana PIP setiap siswa juga menjadi sumbangan pembangunan kantin dan mushola.
Sekalipun demikian, Dewa Made Oka berdalih hal itu bukan pemotongan tetapi berupa sumbangan bersifat tidak mengikat. Namun, nominal sumbangan, kada dia, paling sedikit Rp 400.000 ribu.
“Kalau pemotongan yang yang berkaitan dengan pembangunan itu yang sumbangan sebenarnya bukan iuran ya, tentu sifatnya tidak mengikat dari segi waktu kapan saja dia punya uang dia punya ada nah itu dilunasi dan jumlahnya minimal Rp 400.000 ribu,” sebutnya.
Saat ditanyakan terkait buku tabungan PIP, Dewa Made Oka menerangkan bahwa ATM telah diberikan kepada setiap siswa. Sedangkan buku tabungan PIP di pegang oleh pihak sekolah dengan alasan agar tidak hilang.
“ATM kita berikan kepada siswa, kalau ini buku tabungan kami pegang karena kalau siswa yang pegang biasanya itu hilang atau tercecer,” terangnya. (Foldi)
